BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman peneliti dilapangan ketika melakukan Program
Pengalaman Lapangan (PPL) terdapat banyak siswa yang memperoleh nilai rendah.
Tidak semua siswa bisa memperoleh hasil belajar yang baik, ada siswa yang
memperoleh nilai sedang, dan ada yang memperoleh nilai buruk. Banyak faktor yang mempengaruhi
individu, baik yang bersumber dari dalam dirinya (faktor internal) ataupun yang
berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).[1]
Faktor internal yaitu faktor yang
berasal dari dalam individu siswa meliputi kesehatan, inteligensi, minat, bakat, motif, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar siswa atau lingkungan yang meliputi faktor keluarga, metode mengajar guru,
disiplin sekolah, interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa,
teman bergaul, dan lain-lain. Salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor sosial yaitu pada
interaksi sosial siswa dilingkungan sekolah. Secara pengertian umum, interaksi
sosial berlangsung antara satu individu dengan individu yang lain, individu
dengan suatu kelompok, serta interaksi sosial antar kelompok sosial. Interaksi sosial siswa di
sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, dan interaksi siswa dengan siswa.
Secara garis besar kemampuan siswa dalam berinteraksi sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu siswa yang dapat dikategorikan sebagai siswa yang bisa berinteraksi sosial dengan baik atau pandai bergaul
dan sebaliknya yaitu siswa yang mengalami kesulitan bergaul atau individu yang
tidak bisa berinteraksi sosial dengan baik. Siswa yang bisa berinteraksi sosial dengan baik biasanya dapat mengatasi
berbagai persoalan di dalam pergaulan. Mereka tidak mengalami kesulitan untuk
menjalani hubungan dengan teman baru, berkomunikasi secara efektif dengan orang
lain, terlibat dalam pembicaraan yang menyenangkan, dan dapat mengakhiri
pembicaraan tanpa mengecewakan atau menyakiti orang lain. Dalam pertemuan
formal, mereka dapat mengemukakan pendapat, memberi penghargaan atau dukungan
terhadap pendapat orang lain, dan mereka dapat juga mengemukakan kritik tanpa
menyakiti orang lain. Sebaliknya, siswa yang tidak bisa berinteraksi sosial
dengan baik merasa kesulitan untuk memulai berbicara, terutama dengan
orang-orang yang belum dikenal, mereka merasa canggung dan tidak dapat terlibat
dalam pembicaraan yang menyenangkan. Dalam hubungan formal, mereka kurang atau
bahkan tidak berani mengemukakan pendapat, pujian, keluhan dan sebagainya.
Interaksi sosial siswa yang baik akan menciptakan hubungan yang harmonis.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang baik dapat dilihat dengan adanya suatu
kerjasama, saling menghormati dan saling menghargai. Kerjasama semakin tercipta
tatkala ditemukan suatu permasalahan dalam proses pembelajaran disekolah. Siswa
akan dengan senang hati saling berdiskusi
dan saling membantu dalam memecahkan masalah kesulitan belajar yang
dihadapinya. Interaksi sosial yang baik diantara siswa juga dapat menciptakan
sikap saling menghargai dan terciptanya suasana yang nyaman dalam belajar serta
akan mendorong siswa untuk berprestasi di lingkungan sekolah.
Sebaliknya interaksi sosial siswa yang tidak baik, ditandai dengan hubungan
antar siswa diliputi rasa kebencian, dan kurangnya kerjasama diantara siswa.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang tidak baik dapat kita lihat dimana siswa
saling membenci, saling menjatuhkan, dan terbentuknya kelompok teman sebaya
dimana masing-masing kelompok saling menyerang atau saling menjatuhkan sehingga akan menciptakan hubungan yang kurang harmonis diantara siswa. Interaksi
sosial yang tidak baik di lingkungan sekolah juga akan menciptakan suasana
belajar yang kurang nyaman atau kondusif. Hal semacam ini akan menghambat
kemajuan siswa dalam proses pembelajaran karena kurangnya kerjasama,
komunikasi, dan siswa kurang menghargai siswa yang lain sehingga sering
menimbulkan suasana belajar yang selalu gaduh, tegang, sering ribut, timbulnya
pertengkaran, perkelahian, dan sebagainya, lingkungan seperti ini akan
menyebabkan siswa terganggu dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sikapnya terhadap
pembelajaran.
B.
Identifikasi
Masalah
a) Interaksi
sosial siswa yang buruk akan menciptakan suasana yang tidak kondusif dan
mengakibatkan proses belajar tidak berjalan dengan baik dan kemungkinan hal ini
akan berimbas pada hasil belajarnya.
b) Siswa
di kelas banyak sekali membuat suatu kelompok-kelompok kecil, dan ketika ada
pembagian kelompok mereka selalu memilih teman kelompoknya sendiri, sehingga
terjadi hubungan yang tidak harmonis di dalam kelas dan sering terjadinya suatu
keributan yang mengakibatkan proses pembelajaran terganggu.
c) siswa
yang kemampuan interaksi sosialnya buruk mereka akan kesulitan untuk
menyampaikan pendapatnya pada proses pembelajaran berlangsung.
C.
Pembatasan
Masalah
Pada
penelitian ini Peneliti membatasi masalah pada ranah hasil belajarnya yang di
kerucutkan menjadi ranah afektif , selain itu peneliti juga membatasi bahwa
proses interaksi sosial siswa pada lingkungan sekolah saja karena sebagaimana
kita telah ketahui bahwa sekolah merupakan salah satu dari agen sosialisasi
dalam kehidupan sosial.
D.
Perumusan
Masalah
“
Apakah ada hubungannya antara interaksi sosial siswa di sekolah terhadap hasil
belajar afektif pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan ? “
E.
Kegunaan
Penelitian
Dalam
penelitian ini peneliti membagi kedalam dua garis besar manfaat, yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis.
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat di pakai
untuk memperluas wawasan dalam keilmuan Pendidikan khususnya dalam Pendidikan
Kewarganegaraan.
2.
Manfaat Praktis
a) Bagi
Siswa
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajarnya.
b) Bagi
Guru
i.
Dapat memberikan sulusi permasalahaan
dalam mengatasi kendala-kendala dalam proses pembelajaran yang di akibatkan
oleh interaksi sosial siswa yang kurang baik.
ii.
Dapat memberikan bimbingan kepada
siswanya terlebih yang mengalami kesulitan berinteraksi sosial.
c) Bagi
Sekolah
Sekolah dapat mengetahui secara umum
mengenai hubungan dan pengaruh dari interaksi sosial siswa di sekolah terhadap
hasil belajar afektif siswa yang nantinya sekolah dapat membentuk sistem
sosialisasi yang baik di dalam sekolah seperti kegiatan-kegiatan
ektrakurikuler, acara-acara sosial demi meningkatkan interaksi sosial pada
siswanya dan lain-lain.
BAB II
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
Deskripsi
Teoretik
Deskripsi
teoretik pada penelitian ini tentunya berkaitan erat dengan variabel-variabel
penelitian. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, yang kemudian ditarik kesimpulannya.[2]
Menurut
hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka macam-macam variabel
dapat dibedakan menjadi tiga macam diantaranya adalah variable independen (bebas) , variable
dependen (terikat), dan variable
moderator.[3]
Berdasarkan
macam-macam variabel penelitian yang ada maka apabila dikaitkan dengan judul
penelitian yang peneliti buat yaitu Hubungan Interaksi Sosial Siswa Disekolah
Terhadap Hasil Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan akan dapat di
jabarkan seperti dibawah ini:
1.
Kajian
Teori Tentang Variabel Bebas
Interaksi Sosial Siswa Di Sekolah
1.1 Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga manusia harus mampu
melakukan interaksi dengan pihak lain. Interaksi dapat dilakukan secara verbal
maupun nonverbal, didalam interaksi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) unsur,
yaitu komunikator (orang yang melakukan komunikasi), Komunikan
(orang yang dijadikan sasaran atau objek), dan informasi (bahan yang
dijadikan komunikasi atau interaksi).[4]
Pengertian tentang
interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai
masalah masyarakat. Karena dengan memahami interaksi sosial kita dapat
mengetahui hal apa saja yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk-bentuk
interaksi sosial tertentu sehingga pengetahuan kita dapat disumbangkan pada
usaha bersama yang dinamakan pembinaan bangsa dan masyarakat.
Abu Ahmadi
mengatakan bahwa interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik antara individu
dengan golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang
dihadapinya dan didalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya. Atau dengan kata
lain proses dua arah dimana setiap individu/group menstimulir yang lain dan
mengubah tingkah laku dari pada partisipan.[5]
Menurut Soerjono
Soekanto bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition) dan bahkan juga berbentuk pertentanga atau pertikaian
(conflict).[6]
Gilin dan Gilin pernah mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi.
Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya
interaksi sosial, yaitu:
1.
Proses asosiatif (processes
of association) yang terbagi kedalam tiga bentuk khusus lagi, yakni:
a)
Akomodasi
b)
Asimilasi dan
alkulturasi
2.
Proses disosiatif (processes
of dissociation) yang mencangkup:
a)
Persaingan.
b)
Persaingan yang
meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict).[7]
Sistematika yang lain pernah pula dikemukakan oleh Kimball Young,
menurutnya bentuk-bentuk proses sosial adalah:
1.
Oposisi (opposition)
yang mencangkup persaingan (competition) dan pertentangan atau pertikaian
(conflict).
2.
Kerja sama
(cooperation) yang menghasilkan akomodasi (accomodation), dan
3.
Differensiasi
(differentiation) yang merupakan suatu [proses dimana orang perorangan di dalam
masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan orang
lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, seks dan pekerjaan.
Differensisasi tersebut menghasilkan lapisan-lapisan masyarakat.
Menurut Woodworth, cara-cara individu mengembangkan diri dan berinteraksi
dengan lingkungannya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu individu
bertentangan dengan lingkungannya, individu menggunakan lingkungannya, individu
berpartisipasi dengan lingkungannya dan individu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.[8]
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya
merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.[9]
Secara umum bentuk proses sosial dalam interaksi sosial
ada yang berbentuk positif, ada pula yang berbentuk ngatif, yang positif
dinamakan integrasi atau associatif process yaitu proses yang menyatukan,
Sedangkan yang negatif dinamakan integrasi atau disassociatif process, yaitu
proses yang memisahkan.[10]
Termasuk dalam proses yang menyatakan (integrasi) ialah:
1.
Coperation (koperasi)
2.
Consensus (kerjasama)
3.
Assimilation (assimilasi)
Termasuk dalam proses yang memisahkan (disintegrasi)
ialah:
1.
Conflict (konflik, persengketaan)
2.
Competisi (kompetisi, persaingan)
Berdasarkan pendapat
para ahli penulis
berusaha mensistesiskan pengertian tentang interaksi sosial. Interaksi sosial mengandung pengertian hubungan timbal
balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di
dalamnya memainkan peran secara aktif dalam bentuk
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau
sebaliknya.
Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan
antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi
secara dinamis.
1.1.1 Faktor-faktor terbentuknya Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu
proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor,antara lain adalah faktor
imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor ini dapat berjalan
sendiri-sendiri atau terjadi secara bersamaan. [11]
1) Faktor
imitasi
Merupakan aktifitas dimana individu melakukan
peniruan terhadap tingkah laku yang disaksiskannya yang dilakukan orang lain
pada saat menghadapi situasi tertentu.
2) Faktor
sugesti
Berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya ynag kemudian diterima
oleh fihak lain. Jadi proses ini mirip dengan proses imitasi hanya saja titik
tolaknya berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena fihak yang
menerima dilanda oleh emosi yang sedemikian rupa sehingga menghambat daya
fikirnya yang rasional.
3) Faktor
Identifikasi
Sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan
atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak
lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, oleh karena
kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses
identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun
dengan disengaja oleh karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal
tertentu di dalam proses kehidupan.
4)
Faktor Simpati
Merupakan suatu proses dimana seseorang tertarik
pada pihak lain. Didalam proses ini perasaan memegang peran yang sangat
penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami
pihak lain dan untuk bekerjasama dengannya.
2. Pengertian Siswa
Siswa
adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses
dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa
dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial,
pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/pedagogis.
Siswa
atau peserta didik yang melakukan yang melakukan kegiatan belajar atau
mengikuti proses pendidikan adalah individu. Baik didalam kegiatan klasikal,
kelompok ataupun individual, proses dan kegiatan belajarnya tidak dapat dari
karakteristik, kemampuan dan perilaku individualnya.[12]
1.
Sekolah
Sekolah
merupakan tempat atau lingkungan berlangsungnya pendidikan yang bersifat
formal, disengaja, direncanakan, dengan bimbingan guru, serta siswanya. Apa
yang hendak dicapai dan dikuasai siswa (tujuan belajar), bahan apa yang harus
dipelajarinya (bahan ajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode
pembelajaran), serta bagaimana cara mengetahui kemajuan belajar siswa
(evaluasi), telah direncanakan dengan seksama dalam kurikulum sekolah. Kegiatan
belajar yang dilaksanakan disekolah benar-benar disengaja dan direncanakan.[13]
Sekolah
dalam penelitian ini disebutkan sebagai salah satu agen sosialisasi dalam
sistem pendidikan formal, disini seseorang mempelajari hal baru yang belum
dipelajarinya dalam keluarga maupun kelompok bermain, pendidikan formal mempersiapkan
untuk penguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak
tergantung lagi pada orang tuanya.
Sintesis Teori variabel bebas
Interaksi Sosial Sosial Siswa di Sekolah
Berdasarkan pendapat para ahli penulis
berusaha mensistesiskan pengertian tentang interaksi sosial. Interaksi sosial siswa di sekolah mengandung pengertian hubungan timbal balik
yang terjadi dilingkungan pendidikan formal antara dua orang siswa atau lebih, dan masing-masing siswa yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif
dalam bentuk mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang
lain, atau sebaliknya.
Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan
antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi
secara dinamis.
1
Kajian
Teori Tentang Variabel Terikat
Hasil
Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan
1.1
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal kompleks yang terjadi sehari-hari dan merupakan
suatu proses perubahan bagi siswa dalam menghadapi bahan ajar. Bahan ajar dapat
berupa keadaan alam, belajar tumbuhan dan manusia. Penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang di capai oleh
siswa dengan kriteria tertentu.
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang cukup luas mencakup bidang
kognitif, afektif dan psikomotor sehingga dengan belajar seseorang akan
mengalami perubahan berpikir, sikap dan alam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar erat
kaitannya dengan keberhasilan dari belajar itu sendiri, untuk menyatakan bahwa
suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil setiap guru memiliki pandangan
masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi
sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini.[14]
Setiap proses belajar
mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai
di tingkat mana hasil belajar telah di capai. Sehubungan dengan hal inilah
keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf.[15]
Tingkatan keberhasilan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Istimewa/maksimal : Apabila seluruh
bahan pelajaran yang di ajarkan itu dapat di kuasai siswa.
2.
Baik sekali/optimal : Apabila sebagian
besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat di kuasai oleh siswa.
3.
Baik/Minimal : Apabila bahan pelajaran
yang di ajarkan hanya (60% s.d. 75%) saja dikuasai oleh siswa.
4.
Kurang : Apabila bahan pelajaran yang di
ajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
1.2 Hasil belajar Afektif
Ranah
afektif adalah perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda
kecendrungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi dalam
lingkungan tertentu dalam kenyataannya ranah ini berkenaan dengan sikap dan
nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bilsa seseorang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.
Tipe
hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya pada pelajaran, disiplin, motovasi belajar, menghargai guru dan
teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. [16]
Kawasan
afektif menurut Krathwohl, Bloom dan Masia (1964), meliputi lima jenjang tujuan
yaitu sebagai berikut.[17]
1. Penerimaan
(receiving): Mengacu kepada kemampuan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan
merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2. Pemberian
respons (responding): Satu tingkat di
atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi
peserta dan tertarik.
3. Pemberian
nilai atau penghargaan (valuating):
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak
menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan
opresiasi”.
4. Pengorganisasian
(organization): Mengacu kepada penyatuan
nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5. Karakterisasi
/ pembentukan pola hidup (characterization):
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang
nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah
diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan
pribadi, sosial dan emosi jiwa.
1.3 Pengukuran Ranah Afektif
Pengukuran
ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah
afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti formal) karena perubahan
tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap
seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
a)
Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program
perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
b)
Untuk mengetahui tingkat perubahan
tingkah laku anak didik yang dicapai yang antara lain diperlukan sebagai bahan
bagi: perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua,
dan penentuan lulus atau tidaknya anak didik.
c)
Untuk menempatkan anak didik dalam
situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan
kemampuan serta karakteristik anak didik.
d) Untuk
mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
(Depdikbud,1983;2).
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[19]
Pendidikan
kewarganegaraan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
suatu kelompok dalam upaya menata dan membangun manusia Indonesia yang bermoral
dan berakhlak budi pekerti yang luhur dan sopan, Sumarsono mengemukakan pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara
untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola
tindak yang cinta tanah air berdasarkan pancasila.[20]
Setiap
warga Negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni yang merupakan misi atau tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan
untuk menumbuhkan wawasan warga Negara dalam hal persahabatan, pengertian antar
bangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela Negara, dan sikap perilaku yang
bersendikan nilai-nilai budaya bangsa, wawasan nusantara dan keutuhan nasional.
Pendidikan Kewarganegaraan ini di laksanakan oleh DepDikNas di bawah kewenangan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DirJen-DikTi).[21]
Sintesis
Teori Variabel Terikat
Hasil
Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan
Dari berbagai teori
diatas penulis mensintesiskan pengertian dari variabel terikat dalam penelitian
yang berjudul Hasil Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Perubahan sikap dari berbagai tingkatan hasil belajar afektif seperti
penerimaan,pemberian respons, pemberian nilai atau penghargaan, serta
pengorganisasian dari pola perilaku
laku,
pola pikir, pola sikap, dan nilai sebagai pola tindak yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila sebagai hasil
belajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
Teori Penghubung
Banyak
faktor yang mempengaruhi perilaku individu baik yang bersumber dari dalam
dirinya (faktor internal) ataupun yang berasal dari luar dirinya (faktor
eksternal). Faktor internal merupakan segala sifat dan kecakapan yang dimiliki
atau dikuasai individu dalam perkembangannya, diiperboleh dari hasil keturunan
atau karena interaksi keturunan dengan lingkungannya. Faktor eksternal
merupakan segala hal yang diterima individu dari lingkungannya.[22]
A.
Kerangka
Berfikir
Berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang di alami oleh peneliti serta berdasarkan teori-teori
yang peneliti dapatkan maka timbulah suatu pertanyaan besar yang menjadi
kerangka berfikir pada penelitian ini. Yaitu adakah hubungan antara interaksi
sosial siswa disekolah terhadap hasil belajar afektif pada pendidikan
kewarganegaraan mengingat kemampuan berinteraksi sosial siswa yang
bermacam-macam ada yang baik ada pula yang buruk, apa bila kemampuan interaksi
sosial siswa di kelas buruk hal itu terlihat pada indikator yang bisa kita
pahami secara kasat mata ketika proses belajar mengajar berlangsung seperti:
·
Dikelas membuat kelompok-kelompok kecil
atau geng sehingga dikelas menjadi tidak harmonis, akibatnya proses belajar
tidak maksimal.
·
Siswa yang memiliki kemampuan
berinteraksi sosial yang rendah mereka memiliki kesulitan dalam proses belajar
berkelompok, berdiskusi maupun presentasi didepan kelas akibatnya proses belajar
lagi-lagi tidak maksimal.
Peneliti
menyadari bahwa interaksi sosial siswa ini bukan satu-satunya yang mempengaruhi
hasil belajar, tetapi setidaknya hal ini bisa diminalisir apabila penelitian
ini berhasil membuktikan bahwa ada hubungannya antara interaksi sosial siswa
disekolah terhadap hasil belajar.
B.
Pengajuan
Hipotesis
ada suatu hubungan
antara interaksi sosial siswa dengan hasil belajar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari data empiris mengenai ada tidaknya hubungan interaksi sosial siswa di sekolah dengan hasil belajar Pendidikan
Kewarganegaraan pada ranah afektif siswa kelas X SMA Negeri 64 Jakarta Tahun Ajaran 2012/2013.
B.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian kuantitatif
ini adalah metode korelasional,
Penelitian korelasional adalah penelitian yang melihat hubungan antara dua
variabel atau lebih, variabel diteliti untuk melihat hubungan yang dihasilkan
tanpa mencoba untuk merubah atau mengadakan perlakuan terhadap
variabel-variabel tersebut.
Metode
ini dipilih karena
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antara variabel interaksi sosial siswa sebagai yang menghubungkan dan diberi
simbol X, dengan variabel hasil belajar afektif pendidikan kewaraganegaraan dan
diberi simbol Y hal ini diharapkan dapat mencapai tujuan yakni, mencaru
hubungan interaksi sosial siswa dengan hasil belajar afektif pendidikan
kewarganegaraan.
C.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di SMAN 64 Jakarta yang beralamatkan di Jln. Raya Cipayung Kec.
Cipayung Jakarta-Timur.
2.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April 2013.
D.
Desain
Penelitian
Penelitian
ini menguji adanya hubungan korelasi antara interaksi sosial siswa disekolah
dengan hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan. Peneliti menggunakan
Teknik Korelasi Product Moment atau
lengkapnya Product of the Moment
Corelation teknik korelasi ini dikembangkan oleh Karl Pearson.[23]
Teknik korelasi ini peneliti gunakan karena sampel yang diteliti mempunyai
sifat homogen yaitu siswa SMA Negeri 64 Jakarta.
Korelasi Product
Moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga
(-1< r < + 1). Apabilah nilai r = -1 artinya korelasinya negatif
sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat
kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi
nilai r sebagai berikut.
Interpretasi
Koefisien Korelasi Nilai r
Interval
Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,800 – 1,000
0,600 – 0,799
0,400 – 0.599
0,200 – 0,399
0,00 – 0,199
|
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah[24]
|
E.
Populasi
dan Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini akan menggunakan teknik simple
random sampling teknik ini dikatakan teknik simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada di populasi tersebut.[25]
Populasi pada penelitian ini yaitu
siswa kelas X karena siswa kelas X memiliki sifat yang relatif sama berbeda dengan
kelas XI dan kelas XI mereka sudah ada penjurusan ehingga karakter, bakat,
minat mereka memiliki sifat yang relatif berbeda. Dalam dua populasi tersebut
memiliki sifat yang homogen, Oleh karena itu peneliti akan menggunakan teknik
pengambilan sample dengan cara simple
random sampling.
Kelas X ada sebanyak 6 kelas dan
masing-masing kelas memilki murid sebanyak 40 orang. Seperti yang sudah
dikatakan sebelumnya populasi ini bersifat homogen sehingga peneliti cukup mengambil
sampel masing-masing 25% dari setiap kelas. Dari sample tersebut peneliti yakin
sudah representaif atau mewakili populasi yang ada[26]
F.
Teknik
Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data
yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah angket. Angkat untuk memperoleh data untuk mengukur hubungan
interaksi sosial siswa dengan hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaan.
Penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang datanya berupa angka-angka dan menggunakan statistik,
metode penelitian ini berlandaskan falsafah positivisme serta bersifat ilmiah
scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris,
obyektif, terukur, rasional dan sistematis[27].
Dalam teknik pengumpulan
data ini peneliti menggunakan tiga cara yaitu Interview, Kuesioner (Angket),
dan Observasi. Di bawah ini akan peneliti jelaskan bagaimana sitematika atau
cara yang akan peneliti lakukan dalam pengumpulan data.
a.
Kuesioner (Angket)
Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.[28]
Kuisioner ini dipilih oleh peneliti sebagai salah satu teknik pengambilan data
karena kuesioner ini merupakan teknik pengumpulan data yang efisien dan cocok
untuk digunakan untuk mengambil responden yang berjumlah besar.
b.
Observasi
Observasi
merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik yang lain, seperti wawancara ataupun kuesioner.
Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi
tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.[29]
Dalam
observasi ini peneliti memilih sebagai Observasi Nonpartisipan sehingga pada
penelitian ini peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen,
dalam hal ini peneliti mencatat, menganalisis, dan selanjutnya dapat membuat
kesimpulan tentang hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
kewarganegaraan.
Teknik
observasi yang akan digunakan yaitu dengan teknik observasi terstruktur,
observasi ini telah dirancang secara sistematis, peneliti akan mengamati hasil
belajar siswa pada siswa kelas X, mengenai waktu peneliti akan menentukan waktu
sesuai jam pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berlaku di SMA 64 Jakarta.
Dalam teknik observasi terstruktur ini peneliti menyiapkan angket tertutup
sebagai pedoman untuk melakukan observasi yang nantinya akan digunakan dalam
mengamati proses belajar serta hasil belajar mata pelajaran Pendidikan
kewarganegaraan yang diamati
1.
Instrumen
Penelitian
Dalam
penelitian ini peneliti membuat angket skala perilaku sebagai instrumen
penelitian.
Tabel Kuesiner (Angket)
untuk siswa
Tabel
kuesioner (Angket) ini akan di isi oleh siswa, tabel kuesioner ini pada
praktiknya akan digunakan untuk mendeskripsikan penilaian hasil belajar afektif
siswa, Penilaian hasil belajar siswa adalah segala macam prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai unjuk kerja (performance) siswa
atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.[30]
Dalam penelitian kuantitatif teknik
analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab
rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal.
Karena data kuantitatif maka teknik analisis data menggunakan metode statistik
yang sudah tersedia.[31]
Analisis data Interaksi Sosial Siswa
di Sekolah dan data Hasil Belajar
Afektif Pend.Kewarganegaraan menggunakan angket skala perilaku, peneliti
membuat sistem penilaian seperti dibawah ini:
Skala Perilaku
|
Pernyataan Positif
|
Pernyataan Negatif
|
Selalu
|
5
|
1
|
Sering
|
4
|
2
|
Kadang-kadang
|
3
|
3
|
Pernah
|
2
|
4
|
Tidak Pernah
|
1
|
5
|
Untuk
mengambil data afektif digunakan instrumen dalam bentuk skala sikap. Ada
beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain
skala likert, skala pilihan ganda, skala thurstone, skala guttman, sematic
differensial, pengukuran minat.
Pada penelitian ini peneliti
menggunakan instrumen dengan menggunakan skala likert. Skala Likert ini di
susun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang
menunjukan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip yaitu :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TB : Tidak Berpendapat
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Validasi Instrumen
1.
Uji
Validitas Instrumen Penelitian
Validasi adalah suatu ukuran yang
menunjukan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu intrumen. Suatu
instrumen dikatakan valid apabila instrumen itu mampu mengukur apa yang
diinginkan secara tepat, artinya dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti dengan tepat. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas yang
tinggi, sebaliknya yang kurang berarti memiliki validitas yang rendah.
Validitas instrumen diperolah dengan uji validitas.
Agar dapat diperoleh data yang
valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasi harus valid agar hasil yang
diperoleh dari hasil evaluasi valid.[32]
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruk (Construct Validity).
Dimana:
rxy
= koefisien
korelasi suatu butir/item
N = jumlah subyek
X = skor suatu
butir/item
Y = skor total (Arikunto, 2005: 72)
G.
Teknik
Analisis Data
Untuk mengetahui
hubungan Interaksi Sosial Siswa di Sekolah dengan Hasil Belajar Afektif
Pend.Kewarganegaraan di SMA Negeri 64 Jakarta. Digunakan rumus korelasi product moment pearson yaitu dengan
menghubungkan variabel X dan variabel Y.
Sebelum dilakukan uji hipotesis akan
dilakukan terlebih dahulu uji persyaratan analisis data dengan menggunakan uji
normalitas dan linieritas.
Hipotesis diajukan:
1.
:
Tidak terdapat hubungan antara interaksi sosial sebagai variabel bebas (x)
dengan hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan sebagai variabel
terikat (x)
2.
:
Terdapat hubungan antara interaksi sosial siswa sebagai variabel bebas (x)
dengan hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan sebagai variabel
terikat (y).
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji
regresi dan korelasi dan langkah-langkah sebagai berikut.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Data
Penelitian
ini melibatkan dua variabel, yaitu Solidaritas Kelompok Sosial (X) sebagai
variabel bebas, dan Perilaku Agresi Siswa (Y) sebagai variabel terikat. Dalam
penelitian ini penulis meneliti di SMA Negeri 85 Jakarta. Adapun jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 60 responden/siswa dari 236
responden/siswa.
1. Data
Interaksi Sosial Siswa Di Sekolah
45
|
Distribusi frekuensi data Interaksi Sosial Siswa di Sekolah
dapat dilihat di bawah ini. Dimana rentang skor adalah 62, banyak
kelas interval adalah 7 dan panjang kelas adalah 9. Distribusi data instrument Interaksi Sosial Siswa di Sekolah
secara terperinci dijelaskan dan dapat dilihat seperti dibawah ini:Proses
Penghitungan Menggambar Grafik Histogram Variabel X (Interaksi Sosial Siswa di Sekolah).
1. Menentukan
Rentang
Rentang
= Data terbesar – Data terkecil
= 155
- 93
=
62
2. Banyaknya Kelas
Interval
K = 1 +
(3,3) Log n
= 1 +
(3,3) Log 60
= 1 +
(3,3) 1,778
= 1 + 5,867
= 6,86
(dibulatkan menjadi 7)
3. Panjang Kelas
Interval
P = Rentang
Kelas
=
62
7
=
8,86 (dibulatkan menjadi 9)
Tabel 4. 1.
Distribusi Frekuensi Solidaritas Kelompok Sosial (N=60)
Kelas
Interval
|
Batas
Bawah
|
Batas
Atas
|
Frek.
Absolut
|
Frek.
Relatif
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
93
|
-
|
101
|
92,5
|
101,5
|
2
|
3,3%
|
|||
102
|
-
|
110
|
101,5
|
110,5
|
3
|
|
5,0%
|
||
111
|
-
|
119
|
110,5
|
119,5
|
6
|
|
10,0%
|
||
120
|
-
|
128
|
119,5
|
128,5
|
16
|
|
26,7%
|
||
129
|
-
|
137
|
128,5
|
137,5
|
16
|
|
26,7%
|
||
138
|
-
|
146
|
137,5
|
146,5
|
10
|
|
16,7%
|
||
147
|
-
|
155
|
146,5
|
155,5
|
7
|
11,7%
|
|||
|
Jumlah
|
|
|
|
|
60
|
100%
|
Batas Kelas
|
Y
|
Gambar 4. 1.
Histogram Variabel
X
Gambar 4. 2.
Poligon Variabel X
Batas Kelas Y
|
Y
|
Hasil
penelitian, sebagaimana terlihat di gambar menunjukkan bahwa responden yang
memperoleh skor 92,5 – 101,5 sebanyak 2
orang, yang mendapat skor 101,5 – 110,5 sebanyak 3 orang, yang mendapat skor 110,5– 119,5 sebanyak 6 orang, yang mendapat skor
119,5 – 128,5 sebanyak 16 orang, yang mendapat skor 128,5
– 137,5 sebanyak 16 orang, yang mendapat skor 137,5 – 146,5 sebanyak 10 orang, dan yang mendapat skor
146,5 – 155,5 sebanyak 7 orang. Frekuensi tertinggi diperoleh dalam kelas
interval 119,5-128,5 dan kelas interval 128,5-137,5 yaitu sebanyak 16 orang.
2.
Data
Hasil Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam
penilaian ini Hasil Belajar afektif Pendidikan Kewaraganegaraan sebagai
variabel terikat yang dipengaruhi variabel lain, diberi simbol “Y”.
Berdasarkan perhitungan dari Hasil
Belajar afektif Pendidikan Kewaraganegaraan (Variabel
Y) melalui angket, yang mana pernyataan sesuai alternatif jawaban dari
angket tersebut yaitu: jawaban selalu mendapat skor 5, sering diberi skor 4, kadang-kadang diberi skor 3, pernah diberi skor 2, dan tidak pernah diberi skor 1. Adapun pernyataan negatif alternatif jawabannya tidak
pernah mendapat skor 5, pernah diberi skor 4, kadang-kadang
diberi skor 3, sering diberi skor
2, dan selalu diberi skor 1, Diperoleh dari skor secara keseluruhan dari 60 responden yang terdiri para siswa
kelas X SMA Negeri 64 Jakarta. Berdasarkan data yang
terkumpul, dihasilkan skor terendah 93
dan skor tertinggi 155, skor rata-rata (X) sebesar 123,5, variansnya 178,52 dan simpangan baku 13,36.
Distribusi data hasil belajar afektif dapat dilihat di bawah ini, dengan rentang skor 62, banyak
kelas interval 7 dan panjang kelas 9. Apabila data-data tersebut digambarkan
dalam tabel distribusi frekuensi akan terlihat seperti tabel di bawah ini:
Proses Penghitungan Menggambar Grafik Histogram Variabel Y (Perilaku Agresi Siswa).
1. Menentukan Rentang
Rentang
= Data terbesar – Data terkecil
= 155 - 93
= 62
2. Banyaknya Kelas Interval
K = 1 +
(3,3) Log n
= 1 +
(3,3) Log 60
= 1 +
(3,3) 1,778
= 1 + 5,867
= 6,686
(dibulatkan menjadi 7)
3.
Panjang
Kelas Interval
P = Rentang
Kelas
=
62
7
= 8,857 (dibulatkan menjadi 9)
Tabel 4. 2.
Kelas Interval
|
Batas Bawah
|
Batas Atas
|
Frek. Absolut
|
Frek. Relatif
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
93
|
-
|
101
|
92,5
|
101,5
|
4
|
6,7%
|
|||
102
|
-
|
110
|
101,5
|
110,5
|
5
|
|
8,3%
|
|
|
111
|
-
|
119
|
110,5
|
119,5
|
17
|
|
28,3%
|
|
|
120
|
-
|
128
|
119,5
|
128,5
|
10
|
|
16,7%
|
|
|
129
|
-
|
137
|
128,5
|
137,5
|
16
|
|
26,7%
|
|
|
138
|
-
|
146
|
137,5
|
146,5
|
6
|
|
10,0%
|
|
|
147
|
-
|
155
|
146,5
|
155,5
|
2
|
3,3%
|
|||
|
Jumlah
|
|
|
|
|
60
|
100%
|
Untuk mempermudah penafsiran data hasil belajar afektif (Variabel Y), maka data ini digambarkan ke dalam grafik histogram berikut:
Gambar 4. 3.
Batas Kelas Y
|
Y
|
Gambar 4. 4.
Batas Kelas Y
|
Y
|
Hasil
penelitian, sebagaimana terlihat di gambar menunjukkan bahwa responden yang
memperoleh skor 92,5 – 101,5
sebanyak 4
orang, yang mendapat skor 101,5 – 110,5 sebanyak 5 orang, yang mendapat skor 110,5 – 119,5 sebanyak 17 orang, yang mendapat skor 119,5 – 128,5 sebanyak 10 orang, yang mendapat skor 128,5 – 137,5 sebanyak 16 orang, yang mendapat skor 137,5 – 146,5 sebanyak 6 orang, dan yang mendapat skor 146,5 – 155,5 sebanyak 2 orang. Frekuensi tertinggi diperoleh dalam kelas
interval 128,5
– 137,5 yaitu sebanyak 16 orang.
Berdasarkan
data penelitian di atas dapat dirangkum berdasarkan tabel sebagai berikut :
Tabel 4. 3
Distribusi Frekuensi
Keterangan
|
Interaksi Sosial Siswa di Sekolah
|
Hasil Belajar Afektif
Pend.kewarganegaraan
|
n
|
60
|
60
|
Jumlah
|
7810
|
7404
|
Rata-rata
|
130,17
|
123,40
|
Rentang
|
62
|
62
|
Skor Tertingi
|
155
|
155
|
Skor Terendah
|
93
|
93
|
Varians
|
178,51
|
178,52
|
Simpangan Baku
|
13,36
|
13,36
|
Median
|
130
|
125,5
|
Modus
|
119
|
116
|
B. Pesyaratan Analisis
1. Uji Normalitas Galat Taksiran dengan Uji Lilliefors
Berdasarkan
hasil dari penelitian pengujian normalitas data masing-masing variabel
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah sebaran data dari setiap
variabel itu berdistribusi normal atau tidak. Dengan demikian dapat ditentukan
statistik yang digunakan dalam mengolah data penelitian. Jika data
berdistribusi normal, maka statistik yang digunakan adalah statistik
parametrik, sedangkan jika sebaran data tidak berdistribusi normal, maka
statistik yang digunakan adalah statistik non-parametrik dan dengan kata lain
terpenuhinya syarat analisis untuk korelasi product moment.
Pengujian
normalitas data variabel Solidaritas Kelompok Sosial dan Perilaku
Agresi Siswa adalah dengan
menggunakan Uji Lilliefors. Dari hasil Perhitungan diperoleh Lhitung
untuk variabel X (Interaksi Sosial Siswa di Sekolah) adalah sebesar 0,081
dengan perhitungan terlampir dan Lhitung untuk variabel Y (Hasil
Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan ) sebesar 0,092 dengan perhitungan
terlampir. Ltabel yang diperoleh dengan n = 60 dan
= 0,05 adalah 0,114 . karena Lhitung < Ltabel, maka dapat disimpulkan bahwa data kedua variabel
berdistribusi normal.
Berikut ini
hasil perhitungan uji normalitas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel
4. 4.
Hasil
Uji Normalitas
No.
|
Variabel
|
n
|
L hitung
|
Ltabel(a0,05)
|
Kesimpulan
|
1.
2.
|
X
Y
|
60
60
|
0,081
0,092
|
0,114
0,114
|
Lhitung < Ltabel
Distribusi Normal
|
Keterangan
Lhitung : Nilai Lilliefors angka maksimum
Ltabel : Tabel Lilliefors dengan taraf singnifikasi 95 % atau a = 0,05
Memperhatikan harga
– harga Lhitung yang ada pada tabel di atas dan sesuai dengan
ketentuan seperti tersebut di atas. Maka Ho diterima untuk semua
variabel yang menyatakan sebaran sampel mengikuti distribusi normal dapat
diambil kesimpulan variabel X dan Variabel Y berdistribusi Normal.
2. Uji Keberartian Regresi dan
Linieritas
a
Uji keberartian Regresi
Uji keberartian regresi dilakukan untuk
mencari persamaan regresi linier untuk memperkirakan atau meramalkan bentuk
hubungan yang ada atau diperkirakan ada hubungan diantara kedua variabel. Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 = regresi tidak signifikan
H1 =
regresi signifikan
Dengan kriteria
pengujian sebagai berikut:
Terima H0, jika
Fhitung < Ftabel
Tolak Ho,
jika Fhitung > Ftabel.
Hasil perhitungan
dari persamaan regresi Ŷ = a + bx menunjukan persamaan Ŷ = 21,24 + 0,718X. Hasil Perhitungan Uji keberartian
regresi menunjukkan nilai Fhitung
sebesar 38,09 dengan (Perhitungan terlampir) dan nilai Ftabel sebesar
4,02. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis Ho ditolak, sebab Fhitung >
Ftabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa arah regresi
signifikan.
Hubungan antara Interaksi Sosial Siswa di
Sekolah (X) dengan Perilaku Agresi Siswa
(Y) dengan menggunakan persamaan regresi Ŷ = 47,41 + 0,584X dapat dilihat pada
grafik sebagai berikut :
Gambar 4. 5.
Interaksi Sosial Siswa di Sekolah (X)
|
Ŷ = 47,41 + 0,584X
|
Pada persamaan regresi Ŷ = 21,24 + 0,718X diinterpretasikan bahwa
variabel Solidaritas Interaksi Sosial Siswa di Sekolah (X1) dengan
Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan (Y) diukur dengan instrumen yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya, maka setiap perubahan skor variabel
Solidaritas Kelompok sosial (X) sebesar 1 point dapat diestimasikan skor
Perilaku Agresi Siswa (Y) akan berubah sebesar 0,58382 pada arah yang sama,
dengan konstanta sebesar 47,4059.
b.
Uji
Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk melihat apakah kedua variabel menunjukkan
linieritas atau tidak. Hipotesis kelinieran model regresi adalah sebagai
berikut:
Ho = Model regresi tidak linier
HI =
Model regresi linier
Kriteria Pengujian:
Terima Ho, jika Fhitung >
Ftabel
Tolak Ho, jika Fhitung <
Ftabel
Hasil perhitungan Uji kelinieran regresi menunjukkan nilai Fhitung sebesar
-1,56 dengan (Perhitungan terlampir) dan Ftabel sebesar 1,85. Berdasarkan hasil
tersebut maka hipotesis Ho ditolak, sebab Fhitung <
Ftabel. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi linier. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
perincian tabel dibawah ini:
Tabel
4.4
Daftar ANAVA untuk
pengujian signifikansi
Dan Linieritas
Persamaan Regresi 47,41+0,584X
Sumber
|
dk
|
Jumlah
|
Rata-rata Jumlah
|
Fhitung
|
Ftabel
|
Varians
|
|
Kuadrat (JK)
|
Kuadrat (RJK)
|
|
|
Total
|
60
|
924186,00
|
|
|
|
Regresi (a)
|
1
|
913653,60
|
|
|
|
Regresi (b/a)
|
1
|
3589,92
|
3589,92
|
29,99
|
4,10
|
Sisa
|
58
|
6942,48
|
119,70
|
||
Tuna Cocok
|
30
|
3541,57
|
118,05
|
0,97
|
2,15
|
Galat Kekeliruan
|
28
|
3400,92
|
121,46
|
Keterangan:
*: Regresi signifikan
29,99 > 0,97 pada α
0,05
ns:
regresi berbentuk linier
0,97 < 2,15
dk:
Derajat Keabsahan
dari daftar ANAVA untuk
uji keberartian dan linieritas regresi terlihat harga
29,99 maka untuk menguji hipotesis nol
(I), yaitu dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 58
diperoleh
α
= 0,05 sebesar 4,10, dan untuk menguji hipotesis nol (II) dengan dk pembilang
30 dan dk penyebut 28 diperoleh
α
= 0,05 sebesar 2,15. Dengan demikian hipotesis nol (1) ditolak karena
maka koefisien arah regresi nyata
sifatnya. Sehingga dari segi ini regresi diperoleh adalah berarti. Hipotesis
nol (II) diterima karena
sehingga dapat dikatakan bahwa regresi linier.
C. Pengujian Hipotesis Penelitian
Hubungan Antara Interaksi
Sosial Siswa di Sekolah dengan Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan Kelas
X SMA Negeri 64 Jakarta.
Pengujian hipotesis ini
dilakukan untuk melihat apakah hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau
ditolak. Untuk melakukan pengujian hipotesis ini menggunakan rumus statistik
yang relevan dengan banyaknya variabel dan bentuk data yang dihasilkan. Karena
data yang dihasilkan baik pada variabel x (Interaksi Sosial Siswa di
Sekolah) maupun variabel y (Hasil
Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan) dalam bentuk data interval, maka untuk
menghubungkan antara keduanya menggunakan rumus korelasi product moment, dari
hasil perhitungan diperoleh rhitung sebesar 0,584 dengan (perhitungan terlampir).
Pada taraf signifikansi (
) = 0,05 dan n = 60 diperoleh rtabel sebesar 0,254, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa rhitung lebih besar dari rtabel
( 0,630 > 0,254) ini berarti Ho ditolak dan HI diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara
Interaksi Sosial Siswa di Sekolah dengan Hasil Belajar Afektif Pend.
Kewarganegaraan. Untuk mengetahui signifikan tidaknya korelasi kedua variabel
tersebut, maka koefisien korelasi tersebut dapat dikonsultasikan dengan tabel
”r” kritik product moment. Untuk lebih memahami dan lebih jelas dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. 6.
Signifikansi
Product Moment
N
|
|
rhitung
|
rtabel
|
Kesimpulan
|
60
|
0,05
|
0,584
|
0,254
|
Ho Ditolak
|
Besar kontribusi Interaksi Sosial Siswa dengan Hasil Belajar Afektif
Pend.kewarganegaraan Kelas X SMA Negeri 64 Jakarta adalah sebesar 34,08%. Sedangkan tingkat keberartian antara kedua variabel diuji dengan uji t
korelasi. Hubungan kedua variabel
tersebut berarti bila thitung lebih besar dari ttabel. Dari
hasil perhitungan diperoleh thitung
sebesar 5,48 jika
dilihat dengan ttabel (É‘) = 0,05 dan dk = 58 (n-2),
maka diperoleh ttabel 1,67. Demikian thitung > ttabel (6,17 > 1,67). Kesimpulan
yang dapat diambil adalah terdapat hubungan positif yang singnifikasi antara
Interaksi Sosial Siswa di Sekolah (X) dengan Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan (Y). Dengan demikian
berarti, semakin tinggi Interaksi Sosial Siswa di Sekolah yang di bentuk, maka
semakin berpengaruh pula
pada Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan yang dicapainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4. 7.
Uji-t
N
|
É‘
|
thitung
|
ttabel
|
Kesimpulan
|
58
|
0,05
|
5,58
|
1,67
|
thitung > ttabel
Ho ditolak
|
Berdasarkan
koefesien korelasi tersebut dapat diperoleh koefesien determinasi hubungan
antara Interaksi Sosial Siswa di Sekolah (X) dengan Hasil Belajar Afektif
Pend.kewarganegaraan (Y) sebesar (0,584)2 = 0,3408 atau berarti
34,08%.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Interaksi Sosial Siswa cukup
berkontribusi
terhadap Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan sebesar 34,08%.
.
D.
Interpretasi Hasil Penelitian
Hasil analisis korelasional data menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif antara Interaksi Sosial Siswa di
Sekolah dengan Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan Kelas X SMA Negeri 64
Jakarta. Ini berarti bahwa semakin
tinggi tingkat Interaksi Sosial Siswa di Sekolah akan diikuti oleh semakin
baiknya Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan, hal ini dapat dibuktikan
dengan hasil hitung nilai rhitung sebesar 0,585 lebih besar dari rtabel
pada taraf signifikansi (É‘) = 0,05, n = 60, diperoleh rtabel
sebesar 0,254.
Dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa tingkat Interaksi Sosial Siswa di Sekolah terhadap Hasil
Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan Siswa Kelas X SMA Negeri 64 Jakarta. Besar
derajat hubungan antara variabel x dan variabel y dapat dilihat dari besarnya
koefisien determinasi yaitu sebesar 34,08%. Ini berarti bahwa tinggi rendahnya tingkat Interaksi
Sosial Siswa di Sekolah sebesar 34,08%. dan dapat dijelaskan oleh tinggi rendahnya tingkat Perilaku Agresi
melalui hubungan Linier dengan persamaan Ŷ = 47,41 + 0,584X.
Sedangkan tingkat keberartian
hubungan kedua variabel tersebut diperoleh dengan Uji t korelasi. Dari hasil
analisa dapat diketahui thitung 5,48 lebih besar dari ttabel 1,67. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara variabel Interaksi
Sosial Siswa dengan variabel Hasil
Belajar Afektif Pend>Kewarganegaraan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara Interaksi Sosial Siswa di
Sekolah yang tinggi akan diikuti oleh Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan yang tinggi pula, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara Interaksi Sosial Siswa di Sekolah
dengan Hasil Belajar
Afektif Pend.Kewarganegaraan Kelas X SMA Negeri 64 Jakarta atau
Interaksi Sosial
Siswa di Sekolah berkontribusi terhadap Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan
sebesar 34,08%.
Apabila seorang siswa
memiliki Interaksi
Sosial di Sekolah yang tinggi maka Hasil
Belajar Afektif Pend.Kewarganegraannyapun cenderung akan meningkat.
E.
Keterbatasan Penelitian
Meskipun penelitian ini telah berhasil
menguji hipotesis yang diajukan, namun disadari bahwa penelitian ini tidak
sepenuhnya sampai pada tingkat kebenaran mutlak, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk diadakan penelitian lanjutan.
Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini
adalah:
1. Keterbatasan penggunaan Instrumen. Pada penggunaan instrumen yaitu untuk
mengukur Interaksi Sosial Siswa di
Sekolah dan Hasil Belajar Afektif Pend.Kewarganegaraan keduanya menggunakan skala perilaku dengan jawaban Selalu, Sering, Kadang-Kadang, Pernah), dan Tidak Pernah, sebenarnya kurang memadai untuk memperoleh data secara
tepat dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan, hal ini dikarenakan
ketidak seriusan atau tidak maksimalnya responden dalam menjawab sangat mungkin
terjadi.
2. Keterbatasan
Jangkauan Penelitian
Penelitian
ini hanya menyangkut objek penelitian yang sempit karena hanya satu sekolah
yaitu SMA Negeri 64 Jakarta.
3.
Kelemahan
Dalam pelaksanaan pengumpulan data
yang sulit dihindari, antara lain karena responden merasa tidak berkepentingan
dalam penelitian ini, apalagi tidak ada hubungan ataupun pengaruh terhadap
hasil penilitian ini, sehingga dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan tidak
dilakukan secara maksimal, meskipun secara langsung diawasi oleh peneliti.
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis temuan data dan informasi penelitian yang telah dilaksanakan ini
berhasil memberikan kesimpulan secara empiris adanya hubungan yang positif,
cukup erat dan signifikan antara interaksi sosial siswa di sekolah dengan hasil
belajar afektif pendidikan kewarganegaraan di SMAN 64 Jakarta Timur.
Berdasarkan
analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini terbukti bahwa adanya
hubungan antara Interaksi Sosial Siswa di Sekolah dengan Hasil Belajar Afektif
Pendidikan Kewarganegaraan dan berdasarkan uji keberartian dan uji linearitas
regresi bahwa koefisien regresi berbentuk linier.
Besarnya
variansi Hasil Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan ditentukan oleh
Interaksi Sosial Siswa di Sekolah sebesar 34,08 %. Namun peneliti menyadari
bahwa Interaksi Sosial Siswa di Sekolah bukanlah satu-satunya faktor penentu
Hasil Belajar Afektif Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN 64 Jakarta Timur.
Paling tidak peneliti telah membuktikan bahwa Interaksi Sosial Siswa di Sekolah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Afektif Pendidikan
Kewarganegaraan.
B.
Implikasi
Hasil
penelitian ini terbukti sejalan dengan teori dan kerangka berfikir serta
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial
siswa disekolah dengan hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan di SMAN
64 Jakarta. Dengan demikian hasil penelitian ini mengandung implikasi bahwa
ternyata hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan itu disamping karena
pengaruh interaksi sosial siswa disekolah juga ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya oleh karena itu perlu dilihat atau dilakukan penelitian
sejenis.
C.
Saran
Berdasarkan
pada kesimpulan hasil penelitian ini, sebagai penutup dikemukakan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Siswa
Siswa hendaknya
membentuk interaksi sosial yang baik serta positif dengan semua warga di
sekolah,mengikuti organisasi seperti OSIS dan mengikuti kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler supaya menjadi siswa yang cakap dalam pergaulan.
2. Guru
Guru memberikan
bimbingan kepada siswanya supaya interaksi sosial siswa terjalin secara
harmonis terutama ketika siswa berada didalam kelas, karena hal itu berpengaruh
terhadap hasil belajar afektif pendidikan kewarganegaraan.
3. Sekolah
Sekolah memberikan
prasarana yang mendukung seperti kegiatan-kegiatan sosial, membentuk berbagai
organisasi ektrakurikuler yang berguna sebagai ajang membentuk interaksi sosial
siswa yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bahri
Djamarah ,B, Aswan Zain : Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Putra, 2006.
Siregar
Eveline, Hartini Nara. 2010. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Solihatin,
Etin. 2008. Cooperative Learning Analisis
Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana
Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses
belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Soekanto
Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiono.
2010. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarsono,
dkk. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan
. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sukmadinata
Nana Syaodih. 2011. Landasan Psikologi
Sosial Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[2] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Penerbit Alfabeta, 2010) Hlm 60.
[4]
Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Mocdel Pembelajaran IPS, (Jakarta
: Bumi Aksara,2008), h 15.
[5]
Abu Ahmadi, sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT rhineka Cipta, 2004), h 100
[6]
Soerjono Soekanto, sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada), h 70.
[7]
Ibid, h 71.
[8] Ngalim
Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dasn Praktis, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011) h 74.
[9]
Soerjono Soekanto, Op.cit, h 61
[10]
Abu Ahmadi, Loc.cit, h 100
[13] Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Hlm 177
[14] Syaeful BD dan
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (PT
Aneka Cipta, 2006) Hlm. 105.
[15] Ibid, hlm 107
[16] Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . Hlm.30
[19]
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
KAsara,2009), h 179.
[20] Sumarsono S.dkk, Pendidikan
Kewarganegaraan, (Jakarta: Gramedia,2004)
[22]
Nana Syaodih.Loc.cit.h 44.
[23]
Anas Sudijono, Pengantar Statistik
Pendidikan, Hlm 190
[24]
Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, Hlm 75
[25]
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D , Hlm 120
[26]
Ibid., Hlm 118.
[28]
Ibid., Hlm 199.
[29]
Ibid., Hlm 203.
[30]
Eveline Siregar, Teori Belajar dan
pembelajaran. Hlm 144.
[31]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Hlm 333.
[32]
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
Hlm 64.